Archive Agustus 2009

cara menulis artikel


Artikel sendiri bisa berarti karya tulis seperti berita atau esai. Esai adalah karangan prosa (bukan menggunakan kaidah puisi) yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya. Itu sebabnya, artikel di media massa itu bertaburan data-data teknis, tapi lebih ke arah pemaparan sepintas lalu dan itu murni pendapat pribadi penulisnya setelah membaca pendapat lain dari begitu banyak karya yang telah dibacanya. Nah, bagaimana memulainya? Ada beberapa tips sederhana yang bisa dicoba:

Memilih topik

Memilih topik sebenarnya tidaklah terlalu sulit. Hanya saja, bagi penulis pemula memilih topik sama beratnya dengan membuat judul atau isi tulisan. Padahal, tema atau topik yang bisa diangkat menjadi tulisan begitu banyak dan mudah kita dapatnya. Coba cari yang dekat dengan kita deh. Tanya teman kanan-kiri, nguping dari sana-sini. Atau bisa juga baca koran pagi ini, cari berita yang menarik. Setelah dapat, Anda bisa menulis ulang dengan sudut pandang Anda. Misalnya, judul berita yang Anda ambil adalah perilaku seks bebas remaja. Setelah baca berita itu, dari mulai fakta dan arahnya ke mana, Anda bisa bikin ulang dengan pengembangan yang Anda suka, dengan cara Anda sendiri. Anggap saja misalnya Anda sebagai wartawan yang menyelidiki kasus itu. Andi bisa ubah dengan versi baru tentang penyelidikan kasus seks bebas di kalangan remaja. Sebagai latihan aja kan? Mungkin kok. Coba deh!

Meski demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih topik:

1) Cari yang sedang menjadi tren.

2) Atau bisa juga kita menciptakan tren.

3) Pilih yang dekat dengan kebanyakan sasaran pembaca kita.

4) Hindari topik yang tidak kita kuasai atau menimbulkan polemik yang tak perlu.

5) Biasakan berlatih mengikuti peristiwa yang berkembang untuk bahan tulisan.

Membuat kerangka tulisan

Ada baiknya memang membuat kerangka tulisan. Dalam bahasa kerennya, Anda perlu membuat outline. Alasannya, kerangka tulisan berguna untuk membatasi apa yang harus kita tulis. Ibarat Pak Tani yang akan menggarap sawah, ia harus menentukan batas garapannya. Supaya tak melebar kemana-mana, apalagi sampe ngambil jatah orang.

Dengan membuat kerangka tulisan, kita akan mudah untuk menentukan maksud dan arah tulisan. Bahkan kita juga bisa berhemat dengan kata-kata, termasuk pandai memilih kosa kata yang pas untuk alur tulisan kita. Beberapa panduan untuk membuat kerangka tulisan:

1) Paparkan fakta-fakta seputar tema yang akan kita bahas.

2) Lakukan penilaian atas fakta-fakta itu. Sudut pandang rasional dan syariat.

3) Kumpulkan bahan-bahan pendukung argumentasi kita.

4) Kesimpulan.

Menabung kosa kata

Untuk menjadi penulis, bolehlah kita mencoba untuk menabung kosa kata. Mengumpulkan setiap hari lima saja. Maka dalam sebulan kita punya tabungan kosa kata sekitar 150 buah. Banyak bukan? Kosa kata itu cukup untuk memoles tulisan yang kita buat. Sebab, menulis adalah keterampilan mengolah data-data dalam suatu rangkaian kata. Ibarat kita mau membangun rumah, batu-bata sudah siap, semen dan pasir udah banyak, batu untuk pondasi udah menumpuk. Begitupun dengan kayu, bambu, cat, keramik dan genteng, sampe yang pernik-pernik seperti paku dan instalasi listrik semua udah lengkap.

Perlu keahlian khusus tentunya untuk merangkai semua itu jadi sebuah rumah. Menata batu untuk pondasi, memasang batu-bata dan merekatkannya dengan campuran semen, kapur, dan pasir. Memasang kayu-kayu untuk jendela dan pintu. Tembok yang sudah jadi, perlu dilapisi dempul sebelum akhirnya dicat dengan warna kesukaan kita. Menyusun genteng untuk menutupi atap rumah kita. Sampe rumah itu jadi dan enak dipandang mata. Mengasyikan tentunya.

Buatlah judul yang menarik

Pembaca akan mudah tertarik untuk membaca sebuah tulisan, jika judulnya juga menarik. Anggap saja judul itu sebagai pancingan. Itu sebabnya, boleh dibilang membuat judul perlu ‘keterampilan’ khusus. Tapi jangan kaget dulu, kita bisa belajar untuk membuatnya. Hanya perlu waktu dan sedikit kerja keras dan kerja cerdas untuk terus berlatih. Yakin bisa deh.

Sebagai latihan awal, cobalah Anda sering membaca tulisan orang lain. Kalau Anda mau, coba baca majalah-majalah ibu kota yang oke mengolah kata dalam membuat judul (misalnya TEMPO, GATRA, GAMMA, dan KONTAN). Perhatikan judul-judul tulisannya. Makin banyak Anda membaca judul tulisan-tulisan tersebut, kian terasah imajinasi Anda untuk membuat judul yang menarik hasil kreasi Anda sendiri. Terus terang saya juga banyak menggali ide untuk membuat judul dari majalah-majalah tersebut (selain banyak juga dari buku-buku dan majalah lainnya).

Untuk jenis tulisan yang ngepop, buatlah judul yang pendek. Paling tidak dua sampai empat kata. Jangan sampe panjang seperti rangkaian kereta api (ini cocoknya untuk skripsi). Sebab, jika judul yang kita buat panjang--padahal tulisan ngepop--membuat orang tak tertarik untuk membacanya. Mungkin akan dilewati aja tulisan Anda tersebut. Padahal, boleh jadi isinya sangat menarik.

Judul yang menarik, tidak saja membuat orang penasaran untuk membaca tulisan Anda, tapi juga menunjukkan kelihaian kamu dalam mengolah kata-kata.

Pastikan membuat subjudul

Subjudul amat menolong kita untuk menggolongkan dan membatasi pembahasan dalam sebuah tulisan jenis artikel dan berita. Pembaca pun dibuat mudah membaca alur tulisan yang kita rangkai. Sehingga mereka terus bertahan untuk mengikuti tulisan kita sampai habis. Mereka juga akan sangat terbantu memahami apa yang kita tulis. Itu sebabnya, sub-judul menjadi begitu penting dalam sebuah tulisan.

Subjudul dalam sebuah tulisan, juga berfungsi untuk menghilangkan kejenuhan dalam membaca. Kita juga jadi ada nafas baru untuk menyegarkan kembali tulisan yang akan kita buat. Jadi, berlatihlah untuk membagi alur dengan tanpa memenggal rangkaian dari inti tulisan kita. Itu sebabnya, membuat subjudul adalah solusi paling jitu untuk membagi alur.

Lead menggoda

Lead, alias teras berita adalah sebuah tulisan pembuka yang menjadi titik penting bagi pembaca. Lead yang menarik, sangat boleh jadi akan merangsang pembaca untuk terus membaca isi berita atau artikel yang kita buat. Jika lead-nya kurang menarik, pembaca akan mengucapkan “wassalam” saja. Mereka merasa cukup membaca sebatas judul, atau satu kalimat atau alinea di depan yang tak menarik itu. Jadi, perlu mendapat perhatian juga supaya tulisan yang kita buat mampu menggoda pembaca untuk melanjutkan bacaannya. Boleh dibilang selain judul, lead adalah jajanan yang ‘wajib’ memikat hati pembaca. Itu sebabnya, lead menjadi begitu penting, meski tidak pokok tentunya.


Profil calon kabinet SBY mendatang

Menteri Koordinator:
Menko Polhukam : Joko Suyanto /Endriartono Sutarto
Menko Perekonomian : Sri Mulyani Indrawati/Kuntoro Mangkusubroto
Menko Kesra : Hatta Radjasa/Purnomo Yusgiantoro
Kepala BAPPENAS : Purnomo Yusgiantoro/Joyo Winoto
Sekretaris Negara : Muhammad Nuh/Hatta Radjasa
Menteri Departemen:
Menteri Dalam Negeri : Mardiyanto/Gamawan Fauzi
Menteri Luar Negeri : Hasan Wirayuda/Marzuki Darusman
Wakil Menlu : Marty Natalegawa/Dino Patidjalal
Menteri Pertahanan : Syarif Hasan/Theo Sambuaga
Menteri Hukum dan HAM : Andi Mattalata/Jimly Assidiq
Menteri Keuangan : Sri Mulyani Indrawati/Anggito Abimanyu
Wakil Menkeu : Muhammad Ikhsan/Chatib Basri
Menteri ESDM : Kuntoro Mangkusubroto/Evita Legowo
Menteri Perindustrian : MS. Hidayat /Rachmat Gobel
Menteri Perdagangan : Marie Elka Pangestu/Faisal Basri
Menteri Pertanian : Herry Suhardiyanto/Joyo Winoto
Menteri Kehutanan : MS Kaban/Lukman Hakim Saefuddin
Menteri Perhubungan : Jusman Syafei Jamal/Sutanto Soehondho
Menteri Kelautan & Perikanan : Mohammad Jafar Hafsah/Mustafa Abubakar
Menteri Tenaga Kerja : Lukman Edi/Darwin Z. Saleh
Menteri Kesehatan : Dr. dr. Siti Fadillah Supari/Dr. dr. Fahmi Idris
Menteri Pekerjaan Umum : Joko Kirmanto/Hermanto Dardak
Menteri Pendidikan Nasional : Komaruddin Hidayat/Yohanes Soerya
Menteri Sosial : Hidayat Nur Wahid/Surya Dharma Ali
Menteri Agama : Muhaimin Iskandar/Rozy Munir


Menteri Negara:
Menteri BudPar : Jero Wacik/Christine Hakim
Menristek : Tifatul Sembiring/Andi Arief
Menteri Koperasi & UKM : Muhaimin Iskandar/Pramono Anung
Menteri Lingkungan Hidup : Barnabas Suebu/Jhony W. Soedharsono
Menteri PP Perempuan : Puan Maharani/Meutia Hatta
MenPAN : DR. Siti Nurbaya/Agus Wijoyo
Menteri PDT : Zulkifli Hasan/Marzuki Ali
Menteri Muda Daerah Khusus : Arif Afandi/Velix Wanggai
Menteri BUMN : Raden Pardede/Mustafa Abubakar
Menteri Kominfo : Andi Malarangeng/Cahyana Ahmad Djayadi
Menpora : Anas Urbaningrum/Andi Malarangeng
Menpera : Zulkieflimansyah/H. Roestanto Wahidi Dirdjojuwono


Pejabat Tinggi Setingkat Menteri:
Jaksa Agung : Hendarman Supanji/Marwan Effendy
Kepala BIN : Syamsir Siregar/Luhut B. Panjaitan
Wakil Kepala BIN : Nugroho Jayusman/Marsilam Simanjuntak
Kepala BPN : Joyo Winoto/ Herry Suhardiyanto
Sekretaris Kabinet : Sudi Silalahi/Setia Purwaka
Wakil Sekretaris Kabinet : Kurdi Mustopha/Setia Purwaka
Juru Bicara Presiden Urusan Dalam Negeri : Syaiful Mudjani/Anies Baswedan
Juru Bicara Presiden Urusan Internasional : Bara Hasibuan/ Teuku Faizasyah

Keterangan Profil Calon Kabinet SBY:
Dari 83 orang yang masuk menjadi kandidat anggotak kabinet, 22 orang berasal dari partai politik, sementara sekitar 51 orang berlatar belakang professional.
(sumber suara merdeka, 16 agustus 2009)

Corel Draw X4 full download

Corel adalah salah satu software desain grafis yang sering digunakan oleh banyak layouter,, desainer, dan banyak yang lainnya....
tapi banyak yang sering mengeluhkan sulitnya mendownload software ini,
jangan khawatir

Corel adalah salah satu software desain grafis yang sering digunakan oleh banyak layouter,, desainer, dan banyak yang lainnya....
tapi banyak yang sering mengeluhkan sulitnya mendownload software ini,
jangan khawatir saya mempunyai link sangat mudah. klik download dibawah ini....
gunakan Internet Download Manager agar lebih cepat dalam mendownload software di bawah ini...
download

इदेलोगी Korupsi

tidak kerja diluar saja, cari sampingan?”. Demikian, pertanyaan yang sering muncul di “ruang kerja”. Ternyata pekerjaan sampingan berubah dan menjelma, menjadi koruptif kecil-kecilan, atau “kelas teri” yang belum diundang-undangkan. Tentunya, perilaku koruptif kelas teri ini membuat keprihatinan bersama. Pasalnya saat ini, seorang koruptor bisa menjadi kaya sangat mudah, serta menghasilkan uang yang banyak.
Korupsi, kata beken saat ini yang dipakai oleh pejabat, yang suka maling, ngapusin dan ngutil uang Negara atau uang bukan milik sendiri. Saat ini apa...............


tidak kerja diluar saja, cari sampingan?”. Demikian, pertanyaan yang sering muncul di “ruang kerja”. Ternyata pekerjaan sampingan berubah dan menjelma, menjadi koruptif kecil-kecilan, atau “kelas teri” yang belum diundang-undangkan. Tentunya, perilaku koruptif kelas teri ini membuat keprihatinan bersama. Pasalnya saat ini, seorang koruptor bisa menjadi kaya sangat mudah, serta menghasilkan uang yang banyak.
Korupsi, kata beken saat ini yang dipakai oleh pejabat, yang suka maling, ngapusin dan ngutil uang Negara atau uang bukan milik sendiri. Saat ini apa Cuma pejabat saja yang bisa korupsi? Pertanyaan konyol bagi orang awam yang belum tau definisi korupsi. Secara definitive, dalam kamus ilmiah. Korupsi adalah kecurangan; penyelewengan atau penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri; pemalsuan.
Sudah barang tentu, korupsi bukan saja meliputi penipuan, pemalsuan dan maling uang Negara saja, seperti yang marak diberitakan berbagai media. Namun, korupsi secara etimologi dapat diartikan lebih luas. Saat ini perilaku korup berada dekat dengan kehidupan kita, dan bahkan sering kali tanpa sadar, sifat-sifat korup bisa hinggap dalam diri manusia tanpa melihat siapa orangnya?, berpangkat apa?, dan dari golongan mana.
Dalam kehidupan civitas akademika misalnya, seorang guru atau dosen yang telat mengajar, mahasiswa yang telat kuliah atau mengumpulkan tugas, dan lain sebagainya, dapatkah digolongkan perilaku korup?. Tanpa disadari, mereka telah melakukan nilai-nilai korupsi. Meski demikian, para pelakunya dapat juga dinamakan koruptor, bukan “makan uang” melainkan “makan waktu”.
Selanjutnya, bisa dilihat perilaku korup di lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi yang mengatasnamakan kepentingan umum, dan ingin membantu hajat hidup orang banyak. Namun sayang, pola koruptif menjadi doktrin yang mau tidak mau harus lakukan, dan diperparah lagi oleh orang-orang yang berpendidikan, tahu hukum formal dan hukum agama.
KPK saat ini, sedang gencar menjerat para koruptor untuk dimasukan dalam jeruji penjara, dengan jeratan pasal-pasal dan undang-undang tentang korupsi. Namun, di lingkungan kita, belum ada hukum yang pasti untuk menghukum orang-orang yang korupsi waktu. Siapakah yang menghukum orang-orang yang korupsi terhadap waktu?. Apakah KPK juga yang harus menangani ini.
Menyitir ungkapan yang dinyatakan Bang Napi, “korupsi dapat terjadi, bukan karena niat dari para koruptor saja, tapi juga adanya kesempatan. Jadi waspadalah!”
Substansi pemberantasan korupsi bukanlah pada penindakan. Tapi, pencegahan. Karena, penindakan dilakukan setelah adanya korupsi. Persis pemadam kebakaran. Sedangkan, pencegahan justru dilakukan di muka. Tujuannya untuk menutup peluang semaksimal mungkin bagi terjadinya korupsi. Apa bentuknya? Pengembangan budaya antikorupsi dan dilakukannya reformasi birokrasi. Tapi sayang orang yang dulu, mengglangkan anti korupsi setelah masuk dalam sebuah sistem malah menikmati bahkan menjadikan itu sebuah buyada yang akhirnya digeluti, ironis bukan…..?
Lihat saja tetangga kita yang malah terang-terangan meminta yang bukan haknya, dengan dalih besok kalau ada uang beasiswa dapat lagi, asal bayar upeti. Waduh kalau lingkungan hukum kita melanggar hukum terus bagaimana yang tidak tahu hukum……? Malah kemarin terdengar bisik-bisik ada praktek korup yang dilakukan senior terhadap yuniornya oleh kegiatan ekstra terhadap intra. Coba bayangkan kalau kita diminta untuk meminta dana dipa dari fakultas untuk kegiatan intra kampus, wah….bisa-bisa kita kehabisan dana untuk bayar upeti…….! dan itu sudah terjadi cukup lama, tapi tidak ada yang berani memberantasnya, meski ada sebagian yang tidak setuju.
Seharusnya budaya antikorupsi tumbuh melalui promosi dan penanaman nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, dan malu berbuat curang. Akarnya bisa dari agama dan tradisi setempat. Jalurnya, bisa melalui sekolah, keluarga, ataupun berbagai bentuk kampanye lainnya. Motornya bisa Komisi Pemberantasan Korupsi, atau lingkungan yang tahu akan hukum. Namun, tentu tak akan efektif tanpa keterlibatan seluruh lapisan masyarakat. Ia harus menjadi gerakan sosial dan masif. Namun, di manapun, individu dan peran pemerintah tetaplah yang paling sentral. Karena, di sana ada organisasi, sumber daya, dan dana.
Kini korupsi menjadi topik utama dalam wacana masyarakat. Kendatipun demikian belum satupun obat yang terbukti manjur dalam memberantas epidemi korupsi. Akibatnya sebagian masyarakat merasa pesimis dengan agenda pemberantasan korupsi. Sebab, agenda itu hanya menyentuh masyarakat kecil atau di daerah saja, sementara untuk orang-orang besar dalam birokrasi dan di lingkungan kita yang tahu akan hukum, belum terfaktakan sama sekali.
Korupsi di Indonesia sudah menjadi kejahatan struktural, kekerasan sebagai hasil interaksi sosial yang berulang dan terpola bahkan tersistem dengan rapi dan dilindungi yang menghambat orang untuk bisa berbuat lebih bersih.
Begitu mengakarnya korupsi sampai membentuk struktur kejahatan, yaitu ”faktor negatif yang terpatri dalam berbagai institusi masyarakat yang bekerja melawan kesejahteraan bersama” (B Sesboüé, 1988:27). Bahkan, karena sistematis, korupsi sudah seperti mafia. Munculnya organisasi model mafia menunjukkan gejala krisis institusional negara di mana ketidak adilan lebih dominan daripada keadilan; korupsi merajalela sampai mengaburkan batas antara yang boleh dan dilarang, yang legal dan ilegal, pelanggaran dan norma (L Ayissi, 2008:58). Jadi, korupsi telah menjadi kejahatan yang amat mengakar dan habitus buruk bangsa.
Seandainya kita sendiri bisa menyadari hal itu, maka besar untuk jadi orang yang bersih dan anti korupsi dari sekarang, dan kesadaran dari individu sangatlah penting, jangan berfikir yang pragmatis jika ingin jadi kaya dan sukses, tapi belajarlah dari kesulitan dan ketiadaan yang menjadi ada. Sehingga kita akan terhindar dari perbuatan korupsi dan mengambil hak orang. Apa lagi kita tahu mana yang manfaat dan mana yang tidak, mana yang baik dan yang buruk. Jadi sangat lah tidak pantas jika kita akhirnya melakukan hal yang kita tahu tidak boleh, tapi malah melakukannya. Apa lagi fakultas dakwah yang identik dengan amar ma’ruf nahi mungkar. Jadi tugas kita salah satunya adalah memberantas korupsi, jika belum bisa dalam lingkup yang besar setidaknya kita mulai dari yang kecil, minimal dari kita sendiri.

By: Khorisah

Aborsi

Kehamilan adalah kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi setiap wanita. Namun bagaimana jika kehamilan ini justru terjadi karena sebuah insiden yang tidak membanggakan? Seperti akibat perkosaan atau karena pergaulan bebas yang lebih dikenal dengan free sex. ........
Ketika hal itu terjadi, secara naluri, perasaan malu dan ingin menghilangkan jejak selalu mengahantui, berbagai cara pun dilakukan, mulai dari minum jamu yang mampu menggugurkan kandungan, sampai pergi ke dukun.
Berbagai dampak yang mampu dihasilkan dari kenikmatan itu mampu mendatangkan musibah yang beraneka ragam. Mulai dari terkena HIV, penyakit mematikan yang sampai sekarang belum diketahui obat dan cara penyembuhannya,

Kehamilan adalah kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi setiap wanita. Namun bagaimana jika kehamilan ini justru terjadi karena sebuah insiden yang tidak membanggakan? Seperti akibat perkosaan atau karena pergaulan bebas yang lebih dikenal dengan free sex.
Ketika hal itu terjadi, secara naluri, perasaan malu dan ingin menghilangkan jejak selalu mengahantui, berbagai cara pun dilakukan, mulai dari minum jamu yang mampu menggugurkan kandungan, sampai pergi ke dukun.
Berbagai dampak yang mampu dihasilkan dari kenikmatan itu mampu mendatangkan musibah yang beraneka ragam. Mulai dari terkena HIV, penyakit mematikan yang sampai sekarang belum diketahui obat dan cara penyembuhannya, hingga akibat yang paling banyak terjadi, yaitu kehamilan. Dalam kasus yang satu ini, otomatis pihak wanita yang akan memanen aib dan malu. Bebagai cara untuk menggagalkan di coba, salah satunya dengan proses “ABORSI”
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang. Ini adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka,yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.
Banyaknya klinik aborsi ilegal yang biasa menerima pasien tanpa alasan medis, tentu cukup mengkhawatirkan. Apalagi, tenaga ahli yang melakukan serta alat-alat yang digunakan belum tentu melalui prosedur medis yang aman.

“Alasan untuk menggugurkan kandungan harus kuat. Aborsi,yang legal umumnya, dilakukan karena terjadi kehamilan yang tak diinginkan atau kehamilan yang tak diizinkan. Aborsi karena kehamilan tak diizinkan biasanya berhubungan dengan alasan medis. Seperti bila kehamilan dilanjutkan maka akan berisiko pada keselamatan ibu, atau bila dilahirkan bayi akan cacat. Resiko tinggi kehamilan ini biasanya juga dipengaruhi oleh faktor usia ibu hamil, yaitu bila ia sudah terlalu tua (di atas 35 tahun) atau terlalu muda (di bawah 20 tahun). Alasan lain juga dikarenakan si ibu menderita penyakit berbahaya yang mampu mengancam keselamatan bayi atau ibu sendiri, seperti jantung atau asma”, ungkap Eli Julaeli, Amd. Ked, bidan asal Grobogan.

“Pengambilan janin akibat penyakit atau saran dokter itu juga bukan disebut aborsi, akan tetapi pengakhiran kandungan, dan bersifat sangat steril, bersih, dan tak beresiko”, ungkapnya lagi
Sedangkan, aborsi akibat kehamilan tak diinginkan biasanya terjadi karena beberapa masalah, misalnya karena si wanita hamil akibat tindakan kekerasan seperti perkosaan, incest, dan sejenisnya
BERESIKO
Berbagai macam resiko akibat aborsi yang ilegal sangat berbahaya untuk ibu, gangguan yang dapat ditimbulkan akibat melakukan tindakan aborsi yang illegal di dalam kesehatan si ibu, antara lain kematian mendadak karena pendarahan hebat, kematian mendadak karena pembiusan yang gagal, kanker payu dara, dan berbagai macam penyakit berbahaya lainnya. Bahkan aborsi ini mampu menjadikan anak berikutnya lahir cacat.
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku Facts of Life yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:

1. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
4. Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya
6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
9. Kanker hati (Liver Cancer)
10. Kelainan pada placenta/ ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
11. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
12. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Proses aborsi ini bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
Kehilangan harga diri (82%)
Berteriak-teriak histeris (51%)
Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
Ingin melakukan bunuh diri (28%)
Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)

Diluar hal-hal tersebut di atas, para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.
Proses aborsi yang seadanya, tanpa dokter khusus sangat beresiko besar. Oleh karena itu, dianjurkan bagi para wanita yang sudah terlanjur hamil, dalam konteks ini karena berhubungan, jangan langsung mengambil jalan pintas pergi ke dukun atau praktek yang illegal. Karena ini sangat berbahaya sekali untuk masa depannya.
Untuk itu, diharapkan kepada setiap perempuan yang tak menginginkan kehamilan akibat “kecelakaan”, untuk tidak melakukan hal-hal yang mampu menyebabkan hal demikian terjadi. Karena, kerugian tidak hanya berdampak pada perut yang membuncit karena hamil, tetapi juga rasa malu yang akan berdampak pada kehidupan si wanita sendiri juga keluarga.
(Aqif, Diah)

Perempuan sebagai pelengkap Parpol

Kaum perempuan sering dianggap orang kedua setelah laki-laki, tidak bisa melakukan peran yang dilakukan kaum laki-laki, dan perempuan hanya kaum yang berurusan dengan rumah tangga seperti mengurusi dapur, kasur, sumur.
Mereka (perempuan-Red) memperjuangkan kesetaraan hak dan perlakuan yang sama dengan laki-laki, baik itu dalam pekerjaan, politik maupun dalam pemerintahan.
Hasil pemilu 2004 menunjukkan keterwakilan kaum perempuan masih rendah. Perempuan yang menjadi anggota DPR sekitar 11,5 persen, masih jauh bila disandingkan dengan keanggotaan laki-laki di DPR sebesar 88,5 persen. Dalam percaturan politik di Indonesia saat ini, kaum perempuan ikut menjadi pelaku dan turut andil di dalamnya, namun begitu, dunia politik......

Kaum perempuan sering dianggap orang kedua setelah laki-laki, tidak bisa melakukan peran yang dilakukan kaum laki-laki, dan perempuan hanya kaum yang berurusan dengan rumah tangga seperti mengurusi dapur, kasur, sumur.
Mereka (perempuan-Red) memperjuangkan kesetaraan hak dan perlakuan yang sama dengan laki-laki, baik itu dalam pekerjaan, politik maupun dalam pemerintahan.
Hasil pemilu 2004 menunjukkan keterwakilan kaum perempuan masih rendah. Perempuan yang menjadi anggota DPR sekitar 11,5 persen, masih jauh bila disandingkan dengan keanggotaan laki-laki di DPR sebesar 88,5 persen. Dalam percaturan politik di Indonesia saat ini, kaum perempuan ikut menjadi pelaku dan turut andil di dalamnya, namun begitu, dunia politik seolah-olah masih menjadi milik laki-laki. “Perempuan terus terkukung dan dipandang sebagai mahkluk kelas dua”. Tutur Mutia Hatta, Menteri Pemberdayaan Perempuan dalam dialog Perempuan Antar Generasi Perempuan Indonesia Problematika dan Solusi Peran Politik Perempuan Menghadapi Pemilu 2009.
Seiring perkembangan zaman kaum perempuan telah bangkit dan membuktikan dirinya tak lagi ingin dinomorduakan. Zaman sekarang kaum hawa di Indonesia menduduki jabatan penting dalam pemerintahan, semisal Rustringsih (Wakil Gubernur Jawa Tengah), Rina Iriani S. Ratnaningsih (Bupati Karanganyar Jawa Tengah), Haeny Relawati Rini Widyatuti, (Bupati Tuban Jawa Timur), Ratna Ani Lestari (Bupati Banyuwangi, Jawa Timur), Marlina Moha Siahaam (Bupati Bolang Sulawesi Utara), Siti Nurhayati (Bupati Nganjuk Jawa Timur), Suryati A. Manan (Walikota Tanjung Pinang) dan Vonnie Anneke Panambunan (Bupati Minahasa Utara).
Dalam dunia politik, perempuan mulai diperhitungkan dan sebagian besar sebagai penentu kemenangan dalam setiap pesta demokrasi. Perempuan juga mengendalikan parpol (partai politik) dan menempati posisi penting di partai politik peserta pemilu. Seperti Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Amelia Achmad Yani (Ketua Umum Partai Peduli Rakyat Nasional), Kartini Syahrir (Ketua Umum Partai Perjuangan Indonesia Baru), Sukmawati Soekarnoputri (Ketua Umum Partai Nasional Indonesia Marhenisme).
Dalam buku Aspek Keterwakilan Perempuan di Parlemen, terbitan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa perlu adanya strategi khusus yang dilakukan pemerintah untuk memacu kesejahteraan laki-laki dan perempuan secara de-facto, tidak dianggap sebagai diskriminasi dan perlunya reformasi partai politik (partai harus memasukkan affirmative action pada setiap tindakan politik antara lain perekrutan, penominasian dan promosi bagi caleg perempuan).
Pembuat keputusan (aktor politik) selama ini belum memihak gender. Dalam proses perumusan kebijakan dan peraturan undang-undang (UU). Perempuan belum sepenuhnya diikutsertakan dan hanya sebatas menerima kebijakan tanpa memiliki akses dan kontrol untuk memberi masukan, kritik dan perubahan kebijakan sehingga akibat dan dampaknya sangat tidak menguntungkan perempuan.

Kuota 30 persen
Selama ini, perempuan kurang diperhitungkan bahkan kualitas perempuan dihargai lebih rendah dari laki-laki dan dikucilkan dalam sistem politik yang di dominasi laki-laki. Perempuan yang menjadi caleg di salah satu partai politik masih dianaktirikan, semisal caleg perempuan dipasang di nomor urut bawah.
Dengan adanya peraturan 30 persen, tiap politikus perempuan mendapat angin segar, dia (perempuan-Red) mempunyai hak yang sama dalam persaingan menjadi calon legislatif karena kemampuan perempuan mempunyai kualitas yang sama dengan laki-laki.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan PBB, jumlah minimum 30 persen merupakan suatu “critical numbers” yang harus dicapai untuk memungkinkan terjadinya suatu perubahan suatu “critical mass” yang memberikan dampak pada kualitas keputusan yang diambil dalam lembaga-lembaga publik. Dengan dicantumkannya jumlah minimum 30 persen, berarti target yang harus dicapai bisa diukur sejauh mana terjadi perubahan. Jumlah 30 persen ditetapkan untuk menghindari dominasi dari satu jenis kelamin dalam lembaga-lembaga politik yang merumuskan kebijakan publik. Keterwakilan perempuan maupun laki-laki tidak boleh lebih dari 70 persen.
Menurut Mutia, Dengan adanya 30 persen perempuan diharapkan akan mampu merumuskan kebijakan-kebijakan negara yang dapat memberdayakan perempuan.
Perempuan yang duduk di parlemen, agar menyalurkan aspirasi dan kepentingan perempuan dalam proses pembahasan rancangan perundang-undangan melalui mekanisme kuota perempuan, “Perempuan menjadi mitra yang setara dengan laki-laki dalam membangun bangsa,” tegas Mutia dalam seminar nasional bersama menteri-menteri perempuan Kabinet Bersatu.
Sementara itu, Joko Prihatmoko pengamat politik di Semarang menuturkan, kuota 30 persen perempuan di parlemen sebagai salah satu tolak ukur penegakan prinsip demokrasi di Indonesia. Kuota ini, khusus untuk jabatan publik.
Perempuan yang memegang jabatan publik tidak terlalu bebas karena perempuan masih terikat oleh budaya patriakhi yang diterapkan, “Gerak perempuan masih terkurung di wilayah privat,” ungkap Joko. Sedangkan laki-laki mempunyai kesempatan lebih besar untuk mempunyai kedudukan dalam masyarakat.
Dengan dikeluarkannya UU nomor 10/2008 melalui pasal 53 menyatakan, dalam daftar bakal calon anggota legislatif yang diajukan partai harus memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan. Angka 30 persen ini berlaku untuk tingkat DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten atau Kota. Kuota ini membawa dampak positif bagi caleg perempuan untuk bisa duduk di Senayan dan banyak caleg perempuan dari lokal atau daerah yang memperjuangkan aspirasi perempuan
Ini bisa dilihat secara kasat mata, setiap daerah di indonesia yang mempunyai caleg perempuan terbanyak yakni Jawa Barat 635 caleg perempuan (16,3 persen), disusul Jatim 505 caleg (13 persen) dan Jateng 467 (12 persen), Daerah luar Jawa yang mengajukan banyak caleg perempuan adalah Sumatera Utara dengan 213 caleg (5,5 persen), Sulawesi Selatan dengan 123 caleg (3,2 persen).
Daerah-daerah yang sedikit mengajukan caleg perempuan untuk DPR adalah daerah yang merupakan Provinsi pemekaran baru, seperti Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua Barat, Gorontalo, Kepulauan Riau, dan Kepulauan Bangka Belitung dengan kisaran 20-30 caleg perempuan per daerah. (Kompas, 9 Februari 2009)
Dari data KPU Pemilihan Legislatif (Pileg) tahun 2009, caleg perempuan yang diajukan partai politik memiliki kualitas yang memadai, tidak jauh beda dengan laki-laki apabila bila dibandingkan dengan pemilu 2004. Sebagian besar caleg perempuan pada Pileg tahun 2009, berpendidikan sarjana sebanyak 53,7 persen, sedangkan jumlah laki-laki dengan pendidikan yang sama 58,9 persen.

Suara Terbanyak
Dalam partai politik peserta pemilu 2009, banyak caleg perempuan yang ditempatkan di urutan nomor kecil, atau peluang menjadi legislatif minim, “Partai hanya untuk memenuhi syarat, kuota 30 persen bagi perempuan, dan di pasang di nomor yang mempunyai kesempatan kecil untuk maju” tutur Siti Suprihatingtyas, anggota KPU Kota Semarang.
Tanpa memperhatikan kualitas perempuan, banyak partai yang memasang caleg perempuan di nomor urut 3 untuk mendongkrak suara, padahal mereka (Caleg Perempuan, Red) memperoleh suara terbanyak tapi yang jadi legislatif nomor urut 1, “Perempuan masih dipasang sebagai pelengkap untuk pengajuan caleg” Ujar Ning.
Ning menuturkan bahwa dengan dikeluarkannya keputusan Mahkamah Konstitusi, UU Nomor 10/2008 menyatakan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak, memberikan peluang bagi caleg perempuan untuk terpilih dan mereka dapat bersaing dengan caleg laki-laki untuk memperoleh suara terbanyak. “Para caleg perempuan lebih berpontesi maju sebagai legislatif karena mempunyai basis-basis massa yang jelas, semisal pengajian dan arisan” lanjut Ning.
Sebelum dikeluarkannya UU oleh Mahkamah Konstitusi tentang sistem suara terbanyak, perempuan tidak mempunyai kesempatan menjadi anggota legislatif. “Di Kota Semarang hanya tiga orang caleg perempuan yang sudah dipastikan menjadi anggota legislatif” tegas anggota KPU ketika dihubungi melalui telepon.
Joko mengatakan, suara terbanyak mayoritas tidak efektif dan akan menimbulkan kerancuan. Seharusnya perpolitikan di Indonesia menerapkan sistem Zipper (sistem satu laki-laki dan satu perempuan), dengan sistem ini perempuan mempunyai peluang yang sama dengan lelaki.
Pemilihan legislatif menggunakan suara terbanyak kurang menguntungkan caleg perempuan, karena masih terkendala konsistensi sosial yang terbentuk di masyarakat, “Caleg perempuan harus mempunyai strategi khusus untuk meraih suara terbanyak,” ujar Joko.
Lebih lanjut joko memberikan solusi, “Caleg perempuan harus mempunyai strategi empatik, karena dengan sistem ini akan lebih efektif untuk menjulang suara terbanyak”. (Ozzy)

DIMANA WAJAH DAN SUARA PEREMPUAN?

“Ah…lama-lama aku bisa mati bosan hidup di Indonesia…!!” keluh Sabrina suatu siang di kantin Jon.
“Kenapa Sab? Patah hati lagi ya? Kan ada Aa’ Nino disini….” Ucap Nino jail.
“Nino…Nino…nama Sarino aja mintanya dipanggil Nino, sok gaul lo” tukas Komar.
“Hush! Kalian berdua ini bercanda melulu, dengerin Sabrina dulu dong mau ngomong apa, emang kenapa Sab kok dirimu bisa bosan hidup di Indonesia kita yang tercinta ini?” tanya Bilqis dengan wajah sok innocent.
“Lihat aja tuh dimana-mana banyak spanduk caleg yang nggak ......


“Ah…lama-lama aku bisa mati bosan hidup di Indonesia…!!” keluh Sabrina suatu siang di kantin Jon.
“Kenapa Sab? Patah hati lagi ya? Kan ada Aa’ Nino disini….” Ucap Nino jail.
“Nino…Nino…nama Sarino aja mintanya dipanggil Nino, sok gaul lo” tukas Komar.
“Hush! Kalian berdua ini bercanda melulu, dengerin Sabrina dulu dong mau ngomong apa, emang kenapa Sab kok dirimu bisa bosan hidup di Indonesia kita yang tercinta ini?” tanya Bilqis dengan wajah sok innocent.
“Lihat aja tuh dimana-mana banyak spanduk caleg yang nggak jelas” Sabrina membuka kacang kulit dan memakannya dengan sewot.
“Yah…namanya juga masa-masa pemilu, wajarlah kalau spanduk-spanduk bertebaran dimana-mana” ucap Komar seraya menyeruput kopi pahit di hadapannya.
“Lho Mar, itu kan kopi pahitku?” Nino menunjuk kopi pahitnya yang mendadak tinggal separuh.
“Kayak sama siapa aja sih No…paling-paling tu kopi juga masih kredit alias hutang kan” Komar menebak kebiasaan Nino yang suka hutang di kantin, maklum mahasiswa KB alias Kelas Bawah.
“Hehehe, tau aja, kayak kamu nggak sering hutang aja”
“Kok jadi ngomongin kopi to?” tanya Bilqis.
“Eh, sorry Qis, aku sih setuju sama Sabrina, tapi kata-kata Komar juga ada benarnya. Namanya juga masa-masa Pemilu so pasti banyak spanduk-spanduk, baliho-baliho, stiker, umbul-umbul, tlecekan dimana-mana, kalau yang punya dana kampanye lebih langsung deh jadi bintang iklan di TV. Tapi, aku jadi Illfeel juga rasanya, negaraku jadi kayak agency model dadakan. Banyak “model baru” yang tiba-tiba narsis pake banget buat majang foto dan janji manis yang serupa dimana-mana, dari pos ronda sampai bus kota, dari pohon tua sampai toilet wanita semua ada iklan kampanyenya” Nino jadi ikut-ikutan sewot kayak Sabrina.
“Tul banget!!! Daripada duitnya buat majang begituan, mending buat kasih makan rakyat yang kelaparan dan banyak hutang seperti Nino ma Komar, hehehe” Bilqis terkekeh sambil melirik Nino dan Komar
“Saat masalah datang, semua orang angkat tangan dan saling tuding siapa yang patut disalahkan, tapi masa pemilu seperti ini semua ngaku-ngaku yang menyelesaikan masalah dan sok jadi pahlawan, dunia yang aneh!!!” Sabrina menerawang ke luar jendela kantin, membayangkan kapan cahaya terang bagi bangsa ini akan datang.
“Mendingan kamu aja deh Sab yang jadi Caleg, sekarang kan ada kuota 30 %, banyak ibu-ibu rumah tangga bahkan mahasiswi juga ada yang daftar buat jadi Caleg” Komar mengingat ada beberapa orang teman mahasiswinya yang coba-coba jadi Caleg.
“Politik kok coba-coba” Bilqis menirukan salah satu jargon iklan di TV.
“Tapi aku belum yakin dengan kuota 30% itu, berita di koran saja menyebutkan kalau hanya secuil partai saja yang bisa melaksanakan kuota itu, lagi pula jika dilihat-lihat tetap masih ada diskriminasi kaum hawa di Senayan, entah karena memang kaum hawa disana tak berkompeten atau memang karena diskriminasi yang ujung-ujungnya hanya menjadi sekretaris tanpa dianggap dalam setiap pengambilan keputusan. Tapi jika memang srikandi-srikandi itu tak berkompeten, bagaimana mereka bisa sampai ke Senayan coba?!” Sabrina mengeluarkan uneg-unegnya tentang kuota 30% yang cenderung dipaksakan.
“Jangan sampai pula wanita di gedung dewan hanya dijadikan sebagai pelengkap agar bisa pamer pada Dunia kalau Indonesia juga menjunjung tinggi emansipasi wanita” Komar menggebu-gebu layaknya aktivis gender kelas kakap.
“Sebenarnya wanita-wanita Indonesia bisa dibilang masih gampang untuk dibohongi dan diperalat, banyak iklan di TV yang menggunakan perempuan sebagai model utamanya, tak hanya iklan bedak saja, bahkan iklan ban mobil juga memakai model perempuan, mereka diperalat namun mereka tak sadar karena telah diimingi terlebih dulu dengan popularitas yang membuat mereka tunduk dan patuh” Sabrina memberi contoh beberapa iklan yang menggunakan model perempuan di dalamnya.
“Di satu sisi perempuan layaknya makhluk yang selalu diagungkan, tapi sebenarnya di sisi lainnya perempuan masih harus merangkak untuk mendapat hak-haknya untuk bersuara, laki-laki pun jangan seenaknya sendiri menganggap perempuan sebagai second human” timpal Bilqis mengamini pendapat Sabrina.
“Aku nggak seenaknya sendiri, aku kan pecinta wanita, bagiku wanita mempunyai daya magis tersendiri yang dapat menyihir setiap lelaki” ungkap Nino sok puitis layaknya Play Boy cap sandal jepit.
Mendengar kata-kata Nino, kontan saja Sabrina, Bilqis, dan Komar langsung melemparinya dengan kulit kacang sisa cemilan mereka.
Membicarakan perempuan memang tiada habisnya, perempuan memang indah dan menyimpan sejuta pesona, tapi jangan sampai silau pesona itu menjadikan perempuan lupa dimana harus menegakkan wajah mereka untuk bersuara akan hak-haknya. (iCHa).

Senandung Sendu Beban TKW

Bermacam cerita pilu menyeruak saat saya menyimak obrolan tenaga kerja wanita (TKW) di sebuah asrama Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) Semarang, dua bulan lalu. Sebagian besar mereka tidak menghiraukan lagi atas persoalan keluarga yang "harus" ditutup rapat sebagai privasi. Terpenting bagaimana bisa plong dengan membagi keluh-kesah "senandung sendu". Ini untuk membuang sial selama di rumah dan demi mendapat kekuatan untuk mencari pendapatan di negeri rantauan.
Sebutlah TKW yang berinisial Marni, dia memutuskan menjadi TKW disebabkan suaminya belum bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, karena memang masih menganggur. Waktu itu, baru beberapa hari saja ia masuk ke asrama, langsung akrab dengan teman-teman senasib dan mencurahkan hati atas kondisi diri dan keluarganya.
Sementara itu Parti—sebutlah demikian—, berlatar karena banyak hutang. Keluarganya yang pas-pasan malah ditambah kelakuan suami yang tidak karuan. Suaminya sering "minum" lengkap dengan

Oleh Ani Maskanah

Bermacam cerita pilu menyeruak saat saya menyimak obrolan tenaga kerja wanita (TKW) di sebuah asrama Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) Semarang, dua bulan lalu. Sebagian besar mereka tidak menghiraukan lagi atas persoalan keluarga yang "harus" ditutup rapat sebagai privasi. Terpenting bagaimana bisa plong dengan membagi keluh-kesah "senandung sendu". Ini untuk membuang sial selama di rumah dan demi mendapat kekuatan untuk mencari pendapatan di negeri rantauan.
Sebutlah TKW yang berinisial Marni, dia memutuskan menjadi TKW disebabkan suaminya belum bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, karena memang masih menganggur. Waktu itu, baru beberapa hari saja ia masuk ke asrama, langsung akrab dengan teman-teman senasib dan mencurahkan hati atas kondisi diri dan keluarganya.
Sementara itu Parti—sebutlah demikian—, berlatar karena banyak hutang. Keluarganya yang pas-pasan malah ditambah kelakuan suami yang tidak karuan. Suaminya sering "minum" lengkap dengan kegemaran judi yang meresahkan. Sehingga rumah dan seisinya tergadai akibat ulah suaminya. Akhirnya berbekal pinjaman seorang teman, ia, suami, dan anaknya ngontrak sebuah kamar kecil.
Karena kesetiaan Parti yang masih berharap akan kebaikan suaminya, lebih-lebih demi anaknya yang masih satu tahun agar tetap mempunyai keluarga yang utuh, ia tidak berhasrat bercerai. Malah ingin mencukupi kebutuhan keluarga dengan kerja di negeri tetangga.
Ada juga Ratri (nama samaran), ia nekad menjadi TKW untuk menghilangkan stres yang didapat dari ketidakharmonisan hubungan dengan suaminya. Penghasilan keluarga hanya dihabiskan suaminya sendiri. Selain itu, sang suami juga sering mengasarinya.
Karena itulah, untuk bertahan hidup ia harus memberanikan diri menjadi TKW. Padahal sebelumnya, karena banyaknya berita dan cerita tentang TKW yang disetrika, disiram air panas, diperkosa, dilempar dari tingkat, beban kerja yang berlebih (dari subuh sampai jam dua dini hari), sampai tidak digaji, menjadikannya anti dan takut menjadi pramuisma di negeri orang. "Namun, apa daya, hanya itu (menjadi TKW) yang bisa saya lakukan," keluh Ratri.
Marni, Parti, dan Ratri adalah gejala sekaligus cermin (budaya) masyarakat (TKW) kita. Para psikiater seperti yang dijelaskan Jalaluddin Rahmat (Ulumul Qur'an, 1994), mengenakan gejala ini hanya kepada perempuan –yang tetap setia di sisi suami walau disakiti dan diperlakukan tidak baik. Pilihan ini disebabkan karena "tuntutan" lingkungan atau tradisi masyarakat yang dipandang sebagai kelainan jiwa. Sedangkan, suami yang tidak menghiraukan perasaan istri, yang (hanya) mengejar "keinginannya" dengan mengabaikan rumahtangga, atau memukuli pasangan sebagai kesenangan, tidaklah dianggap sebagai kelainan jiwa, namun hanya dianggap "korban" lingkungan.
Biasanya, tegas Rahmat, perempuan berkorban untuk kebahagiaan lelaki; pada saat lelaki mengorbankan perempuan untuk mengejar kesenangan sendiri. Perempuan bersedia menderita karena memperhitungkan suami dan anak-anaknya. Lelaki mau menderita karena memperhitungkan kepentingannya, sekarang atau masa depan!
Beban TKW
Beban yang dibawa para TKW dari rumah masing-masing, ternyata, masih ditambah kurang adanya perlindungan memadai, baik dari pemerintah, LSM, maupun PJTKI itu sendiri. Sehingga bila ada kasus yang menimpa TKW, merekalah yang banyak mendapat kerugian. Walaupun dalam prosedur sebuah kasus, TKW selayaknya menang dan tidak patut dikalahkan, namun ujung-ujungnya mereka yang menjadi korban.
Ini disebabkan memang posisi TKW sangat lemah di bawah bayang-bayang PJTKI dan majikan. Karennya advokasi pemerintah (baik Indonesia maupun pemerintah tempat kerja TKW), serta LSM yang memahami pergulatan TKW seharusnya lebih mengambil signifikansinya di situ. Tidak hanya pemerintah dan LSM, namun semua masyarakat, dimulai dari tingkat keluarga, RT, RW, kelurahan, sampai PJTKI-nya sendiri berperan besar dalam perlindungan dan pendampingan terhadap TKW.
Berdasarkan pegakuan—sebut saja Siti—, seorang penyalur TKW yang sudah bergelut di dunia PJTKI selama empat belas tahun, sebagian TKW mendapat perlakuan kurang manusiawi sejak di asrama atau penampungan TKW sampai di tempat kerja. Seperti yang terjadi pada –katakanlah Atun, seorang TKW yang ingin keluar dari sebuah asrama PJTKI karena tidak betah dengan suasana "keras" di dalamnya. Apa yang terjadi? Ia dipaksa merelakan kehormatannya terlebih dahulu sebagai syarat keluar dari asrama.
Ada pula seorang perempuan yang masuk pada sebuah PJTKI, ternyata dua minggu kemudian ia hamil, lalu dipulangkan pihak PJTKI ke rumah. Anehnya perempuan itu malah didenda, karena menurut pihak PJTKI, ia telah di-p¬assport-kan. Denda itu untuk mengganti biaya paspor tersebut.
Padahal, perempuan itu masih di dalam daftar tunggu atas kejelasan hamil atau tidaknya. Sedangkan menurut aturan di PJTKI sudah jelas, bahwa setiap yang masuk dalam daftar tunggu tentang apakah seorang TKW hamil atau tidak, pihak PJTKI tidak boleh mempasporkan terlebih dahulu.
Karena kekurangpahaman si perempuan, akhirnya keluarganya membayar denda yang ditentukan PJTKI tersebut. Denda ini tentu menambah kepedihan si perempuan yang berlatar lemah secara ekonomi. Sebenarnya, kasus seperti ini menurut Siti, bisa diselesaikan tanpa adanya denda terhadap si perempuan, jika si korban mau melapor ke pihak yang berwajib.
Sementara itu, kasus yang terjadi pada TKW: Keni binti Carda Bodol, juga menyesakkan dada. Pihak Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia mempersulit pengurusan kasus TKW yang dianiaya. Keadilan yang dicari Keni pun terhambat perijinan yang tidak kunjung dikeluarkan pihak Kedubes. Kini, Keni yang telah berada di Indonesia tengah mencari keadilan akibat perlakuan semena-mena majikannya di negeri kaya minyak itu. Ia disetrika dan disiksa majikan perempuannya, Huwafa al-Quraisy, pada Oktober 2008 lalu (detikcom, 14/4/2009). Yang dilakukan Keni sudah tepat, yaitu berusaha mendapatkan keadilan walau jalan berliku harus dilalui.
"Dunia penyaluran TKW dari dulu sampai sekarang memang kejam. Lebih-lebih bagi penyalur yang hanya mengambil untung tanpa memperhatikan kondisi TKW yang sesungguhnya. Sehingga jika ingin masuk di dunia PJTKI harus dipertimbangkan masak-masak. Atau sebaiknya jangan masuk ke lingkaran itu," himbau Siti.
TKW: Warga Negara
TKW sebagai warga negara, penghasil devisa, yang rawan dikorbankan itu harus mendapat perlindungan dari semua. Karena rata-rata perempuan yang memutuskan pergi menjadi TKW dapat dipastikan mempunyai masalah keluarga yang pelik. Sehingga kondisi psikologis mereka cenderung lemah dan mudah dipontang-pantingkan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Polisi sebagai ujung tombak pemerintah dan masyarakat dalam memberantas ketidakadilan, berperan besar dalam persoalan TKW ini. Baik dari awal "konflik" di keluarga TKW, proses keberangkatan, waktu bekerja, sampai kepulangannya ke tanah air.
Setidaknya polisi dalam kasus-kasus keluarga atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) harus sudah memaksimalkan UU No. 23 tentang Penghapusan KDRT, karena pelakunya dapat dijerat pidana, meski sifatnya masih delik aduan. Tidak seperti selama ini, ada beberapa oknum polisi, jika ada perempuan mengadu tentang KDRT (maupun kasus-kasus TKW) malah diojok-ojoki bahkan diintimidasi untuk (damai) mencabut aduan. Dari situ pemerintah harus segera meningkatkan "delik aduan" tersebut ke tingkat kejahatan murni, seperti yang telah diundangkan di Jerman dan negara-negara lain.
Selanjutnya koordinasi antara pemerintah Indonesia dengan negara tujuan TK(W)I dalam mengatur regulasi dan penyelesaian perkara-perkara TK(W)I diniscayakan lebih kooperatif. Cerita penanganan lamban dan merugikan TKW tentu menjadi catatan hitam yang harus segera dirubah pemerintah. Di sini peran TKW sendiri sangat menentukan untuk menyelesaikan setiap kasusnya. Mereka harus berani membela diri dan melaporkan setiap ketidakadilan yang menimpa diri dan sesamanya.
Masalahnya, kebanyakan TKW kita tidak berani dan malas melapor ke pihak yang berwajib. Takut diancam (karena belum ada sepenuhnya jaminan keamanan) yang berkasus dengannya. Atau malas, karena biaya penyelesaian untuk “ngamplopi” pihak-pihak terkait (polisi) terlalu besar!

-- Ani Maskanah,
mantan guru bahasa Inggris sebuah PJTKI di Semarang dan bendahara SKM Amanat.

Ada juras di Dakwah

Tak salah memang judul berita di atas, tapi ini mungkin bulan juras sembarang juras seperti yang ada di belakang perpustakaan Institut.
Ya, juras yang di dakwah adalah jurang asmara, judul film indie religi karya Khamid Ikhsanuddun, mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam angkatan 2005.
JURAS bercerita tentang jurang asmara antara agus (M. Shofi) dengan ibu kandungnya sendiri yang diperankan oleh Ida Azkiya.


Tak salah memang judul berita di atas, tapi ini mungkin bulan juras sembarang juras seperti yang ada di belakang perpustakaan Institut.
Ya, juras yang di dakwah adalah jurang asmara, judul film indie religi karya Khamid Ikhsanuddun, mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam angkatan 2005.
JURAS bercerita tentang jurang asmara antara agus (M. Shofi) dengan ibu kandungnya sendiri yang diperankan oleh Ida Azkiya.
Skenario juras telah menyisihkan beberapa skenario yang lain pada saat workshop perfilman fakultas dakwah 2009. Skenario telah siap akhirnya akhirnya dipilih juga para crew yang akan menggarap film ini dari syuting, editing, hingga finishing
Senin, 25 maret 2009
Syuting dimulai pukul 07.00 WIB. Semua pun sudah siap , cameraman lighting, wardrobe, make up artist, pada hari pertama . syuting digelar di perpustakaan fakultas dakwah dengan adegan yasmin (nur hidayat) yang mencuri-curi pandang pada agus.
Selasa, 26 maret 2009
Seperti biasanya, para crew sudah siap dengan alat perang masing-masing. Hari ini syuting di long kelas Fakultas Dakwah. Tak hanya para crew yang antusias, mahasiswa yang lain pun ikut menonton adegan demi adegan yang diambil, wah….serasa jadi artis sungguhan.
Rabu, 27 maret 2009
Hari ini ada yang istimewa, tak hanya syuting tapi juga ada tumpengan untuk pembuatan film ini yang juga dihadiri pembantu dekan III, Dosen Bina SKK, Kajur dan Sekjur dari masing-masing jurusan (KPI, BPI, MD)
Acara syuting diadakan di dalam kelas dengan dibantu para mahasiswa dan dosen yang ikut berakting.
Jum’at, 29 maret 2009
Syuting menempati rumah Umul Baroroh (Dosen Fakultas Dakwah) yang telah disetting sedemikian rupa menjadi rumah agus.
Dalam adegan keluarga agus, selain agus dan ibu agus yang diperankan sendiri oleh mahasiswa, juga ada Anashom, M.Hum (Pembantu Dekan III) yang berakting khusus di film ini sebagai ayah agus.
Kamis, 28 maret 2009
Adegan demi adegan di gelar di kopma IAIN Walisongo hingga siang hari. Setelah itu malamnya adegan berpindah ke PKM Fakultas Dakwah yang telah disetting menjadi kos-kosan sahabat agus.
Syuting pun kelar dan bungkus, eit tapi ternyata ada beberapa adegan yang bocor dan akhirnya harus diulangi lagi pengambilannya.
Meskipun capek syuting dari pagi sampai malam hingga harus rela meninggalkan bangku kuliah untuk sementara waktu tapi tak mengapalah, ini adalah salah satu bukti bahwa dakwah tidak hanya lewat mimbar, dakwah pun bisa lewat film dan itu sudah dibuktikan oleh para crew film juras. Semoga apa yang kami lakukan bisa menjadi sumbangsih dalam dunia dakwah.

EDISI KHUSUS MISSI

telah terbit edisi khusus bisa di ambil di kantor LPM MISSI

Missi Magazine is powered by FREEmium Theme.
developed by Blogger templates and brought to you by Blogger Tools