Article written

  • on 15 Agustus 2009

DIMANA WAJAH DAN SUARA PEREMPUAN?

“Ah…lama-lama aku bisa mati bosan hidup di Indonesia…!!” keluh Sabrina suatu siang di kantin Jon.
“Kenapa Sab? Patah hati lagi ya? Kan ada Aa’ Nino disini….” Ucap Nino jail.
“Nino…Nino…nama Sarino aja mintanya dipanggil Nino, sok gaul lo” tukas Komar.
“Hush! Kalian berdua ini bercanda melulu, dengerin Sabrina dulu dong mau ngomong apa, emang kenapa Sab kok dirimu bisa bosan hidup di Indonesia kita yang tercinta ini?” tanya Bilqis dengan wajah sok innocent.
“Lihat aja tuh dimana-mana banyak spanduk caleg yang nggak ......


“Ah…lama-lama aku bisa mati bosan hidup di Indonesia…!!” keluh Sabrina suatu siang di kantin Jon.
“Kenapa Sab? Patah hati lagi ya? Kan ada Aa’ Nino disini….” Ucap Nino jail.
“Nino…Nino…nama Sarino aja mintanya dipanggil Nino, sok gaul lo” tukas Komar.
“Hush! Kalian berdua ini bercanda melulu, dengerin Sabrina dulu dong mau ngomong apa, emang kenapa Sab kok dirimu bisa bosan hidup di Indonesia kita yang tercinta ini?” tanya Bilqis dengan wajah sok innocent.
“Lihat aja tuh dimana-mana banyak spanduk caleg yang nggak jelas” Sabrina membuka kacang kulit dan memakannya dengan sewot.
“Yah…namanya juga masa-masa pemilu, wajarlah kalau spanduk-spanduk bertebaran dimana-mana” ucap Komar seraya menyeruput kopi pahit di hadapannya.
“Lho Mar, itu kan kopi pahitku?” Nino menunjuk kopi pahitnya yang mendadak tinggal separuh.
“Kayak sama siapa aja sih No…paling-paling tu kopi juga masih kredit alias hutang kan” Komar menebak kebiasaan Nino yang suka hutang di kantin, maklum mahasiswa KB alias Kelas Bawah.
“Hehehe, tau aja, kayak kamu nggak sering hutang aja”
“Kok jadi ngomongin kopi to?” tanya Bilqis.
“Eh, sorry Qis, aku sih setuju sama Sabrina, tapi kata-kata Komar juga ada benarnya. Namanya juga masa-masa Pemilu so pasti banyak spanduk-spanduk, baliho-baliho, stiker, umbul-umbul, tlecekan dimana-mana, kalau yang punya dana kampanye lebih langsung deh jadi bintang iklan di TV. Tapi, aku jadi Illfeel juga rasanya, negaraku jadi kayak agency model dadakan. Banyak “model baru” yang tiba-tiba narsis pake banget buat majang foto dan janji manis yang serupa dimana-mana, dari pos ronda sampai bus kota, dari pohon tua sampai toilet wanita semua ada iklan kampanyenya” Nino jadi ikut-ikutan sewot kayak Sabrina.
“Tul banget!!! Daripada duitnya buat majang begituan, mending buat kasih makan rakyat yang kelaparan dan banyak hutang seperti Nino ma Komar, hehehe” Bilqis terkekeh sambil melirik Nino dan Komar
“Saat masalah datang, semua orang angkat tangan dan saling tuding siapa yang patut disalahkan, tapi masa pemilu seperti ini semua ngaku-ngaku yang menyelesaikan masalah dan sok jadi pahlawan, dunia yang aneh!!!” Sabrina menerawang ke luar jendela kantin, membayangkan kapan cahaya terang bagi bangsa ini akan datang.
“Mendingan kamu aja deh Sab yang jadi Caleg, sekarang kan ada kuota 30 %, banyak ibu-ibu rumah tangga bahkan mahasiswi juga ada yang daftar buat jadi Caleg” Komar mengingat ada beberapa orang teman mahasiswinya yang coba-coba jadi Caleg.
“Politik kok coba-coba” Bilqis menirukan salah satu jargon iklan di TV.
“Tapi aku belum yakin dengan kuota 30% itu, berita di koran saja menyebutkan kalau hanya secuil partai saja yang bisa melaksanakan kuota itu, lagi pula jika dilihat-lihat tetap masih ada diskriminasi kaum hawa di Senayan, entah karena memang kaum hawa disana tak berkompeten atau memang karena diskriminasi yang ujung-ujungnya hanya menjadi sekretaris tanpa dianggap dalam setiap pengambilan keputusan. Tapi jika memang srikandi-srikandi itu tak berkompeten, bagaimana mereka bisa sampai ke Senayan coba?!” Sabrina mengeluarkan uneg-unegnya tentang kuota 30% yang cenderung dipaksakan.
“Jangan sampai pula wanita di gedung dewan hanya dijadikan sebagai pelengkap agar bisa pamer pada Dunia kalau Indonesia juga menjunjung tinggi emansipasi wanita” Komar menggebu-gebu layaknya aktivis gender kelas kakap.
“Sebenarnya wanita-wanita Indonesia bisa dibilang masih gampang untuk dibohongi dan diperalat, banyak iklan di TV yang menggunakan perempuan sebagai model utamanya, tak hanya iklan bedak saja, bahkan iklan ban mobil juga memakai model perempuan, mereka diperalat namun mereka tak sadar karena telah diimingi terlebih dulu dengan popularitas yang membuat mereka tunduk dan patuh” Sabrina memberi contoh beberapa iklan yang menggunakan model perempuan di dalamnya.
“Di satu sisi perempuan layaknya makhluk yang selalu diagungkan, tapi sebenarnya di sisi lainnya perempuan masih harus merangkak untuk mendapat hak-haknya untuk bersuara, laki-laki pun jangan seenaknya sendiri menganggap perempuan sebagai second human” timpal Bilqis mengamini pendapat Sabrina.
“Aku nggak seenaknya sendiri, aku kan pecinta wanita, bagiku wanita mempunyai daya magis tersendiri yang dapat menyihir setiap lelaki” ungkap Nino sok puitis layaknya Play Boy cap sandal jepit.
Mendengar kata-kata Nino, kontan saja Sabrina, Bilqis, dan Komar langsung melemparinya dengan kulit kacang sisa cemilan mereka.
Membicarakan perempuan memang tiada habisnya, perempuan memang indah dan menyimpan sejuta pesona, tapi jangan sampai silau pesona itu menjadikan perempuan lupa dimana harus menegakkan wajah mereka untuk bersuara akan hak-haknya. (iCHa).

Missi Magazine is powered by FREEmium Theme.
developed by Blogger templates and brought to you by Blogger Tools