Article written

  • on 01 September 2009

Dampak Calon Legislatif


Tanggal 9/04/2009 rakyat Indonesia telah merayakan pesta demokrasi yaitu pemilu (pemilihan umum) legislatif, hari yang sangat berarti bagi sebagian rakyat Indonesia terutama bagi para calon legislator. Karena saat itulah nasib mereka dipertaruhkan pada rakyat. Kebanyakan dari calon legislator berambisi untuk meraih kursi legislatif, tak urung berbagai macam cara dilakukan. Mulai dari money politik, obral janji bahkan ada yang menggunakan cara yaitu dengan meminta bantuan dukun (para normal).
Antusiasme menjadi caleg itu tampak dalam perbandingan antara jumlah kursi dengan jumlah caleg bisa puluhan kali lipat. Untuk DPRD Kota Makassar saja ada 1.400 calon anggota legislatif yang memperebutkan 50 kursi DPRD Kota Makassar.
Belum lagi kalau kita melihat perbandingan secara nasional sebanyak 11.215 orang memperebutkan 560 kursi DPR dan 1.109 orang bersaing mendapatkan 132 kursi Dewan Perwakilan Daerah. Sekitar 112 ribu orang bertarung untuk mendapat 1.998 kursi di DPRD provinsi dan 1,5 juta orang bersaing merebut 15.750 kursi DPRD kabupaten/kota.
Total caleg 1.624.324 orang dan total kursi yang diperebutkan 18.440 kursi. Sebagian besar dari total caleg 1.627.342 orang tersebut, sudah dapat dipastikan bahwa 1.605.884 orang bakal gagal memperebutkan anggota legislatif. Sehingga jumlah manusia sebanyak itu sebagian berisiko terjadi gangguan jiwa. ( harian tribun timur 16 April 2009)
Dampak psikologis
Para caleg menaruh harapan besar untuk menduduki kursi legislatif. Tapi harapan yang terlalu besar ketika dihadapkan pada realitas yang bertolak belakang menuntut banyak energi psikologis dalam menghadapi tekanan. Hal ini bisa memicu stres. Karena Persaingan dalam pemilihan legislatif menguras banyak energi dan biaya tidak sedikit. Bahkan tidak sedikit caleg yang berani menjual aset atau bahkan mengajukan pinjaman ke perbankan.
Melihat ketidakseimbangan antara kursi yang tersedia dan jumlah caleg yang bertarung serta besarnya energi yang dikeluarkan oleh para caleg tersebut membuat beberapa pengelola Rumah Sakit Jiwa memprediksi banyak caleg yang membutuhkan perawatan khusus pasca pemilihan legislatif dan tanpa ragu-ragu menyediakan kamar untuk rawat inap. Dan prediksi para pengelola rumah sakit jiwa itu pun tidak meleset, di Jawa Timur beberapa caleg telah menempati sejumlah bangsal.
Demikian juga yang diungkapkan mahasiswa angkatan 2007, “seharusnya para caleg yang bersaing dalam pertarungan merebutkan kursi legislatif harus memiliki kesiapan, bukan hanya dari segi materi tapi juga dari segi mental” tuturnya dengan gambyang dan sedikit dengan guyonan.
Penyebab
Setiap manusia memiliki dorongan dalam dirinya untuk mencapai tujuan tertentu. Rogers menggunakan istilah self actualization sebagai dasar untuk melakukan sesuatu. Dorongan untuk menjadi calon legislatif tidak terlepas dari akibat/hasil yang diperoleh seseorang ketika sudah berhasil memenangkan pileg. Para caleg ini belajar dari pengalaman sendiri atau pengetahuan orang lain bahwa menjadi anggota legislatif menawarkan beberapa reward positif dan penghargaan dari orang lain.
Banyak caleg berasumsi bahwa menjadi legislatif adalah profesi dengan gaji yang tinggi, Ditambah berbagai uang tunjangan, uang rapat, uang jalan maupun komisi-komisi lainnya sering dikatakan kursi dalam di-DPR adalah lahan basah untuk memperkaya diri. Banyak yang tiba-tiba menjadi kaya mendadak dengan menjadi anggota legislatif, Memiliki rumah mewah dan mobil bermerek. Penghargaan terhadap anggota dewan masih termasuk tinggi. Walaupun dengan semakin maraknya isu korupsi. Pressure atau tekanan yang dialami oleh para caleg dalam mencapai tujuan bisa berasal dari dalam atau dari luar, Dari dalam dapat berupa harapan yang terlalu besar dan tidak realistis. Sedangkan tekanan dari luar bisa berupa tekanan dari lingkungan yang semakin besar, persaingan yang semakin ketat dan sebagainya.
Harapan yang terlalu besar dari dalam diri dan persaingan yang semakin ketat dapat menjadi stressor bagi individu. Stressor tersebut menjadi semakin besar ketika kenyataan yang terjadi berbeda dengan yang diinginkan. Istilah psikologi yang banyak ditemui dalam fenomena ini antara lain : stress, distress atau frustrasi.
Sistem kapitalisme
Jika melihat fenomena pemilu sudah bisa dianalogikan dengan pasar modal karena di era pemilu yang multipartai dan multi caleg mengharuskan mereka merogoh kocek (modal) besar dan melakukan praktek money politik sebab jika dalam kaca mata politik masyarakat Indonesia sudah menganggap uang adalah yang paling utama dari pada kualitas caleg tersebut tak urung seorang caleg harus rela membagikan uang agar menarik simpatisan untuk mencapai tujuan tersebut, dalam artian jika seorang kalah modal dengan caleg yang lain maka ia tersingkir.
Meningkatnya angka golput pemilu tahun ini bukan semata-mata dipengaruhi dari pragmatis masyarakat terhadap pemerintahan dan para calon legislator tapi juga dipengaruhi dari sistem pemilihan yaitu contreng dan pembatasan waktu dari KPU membuat ledakan angka golput yang sangat signifikan mencapi angka 40%. Seperti permasalahan, yang terjadi dibeberapa TPS banyak dari calon pemilih harus rela kehilangan suaranya karena waktu yang diberikan oleh KPU sangat minim yaitu 5 jam padahal





Missi Magazine is powered by FREEmium Theme.
developed by Blogger templates and brought to you by Blogger Tools